Andikabm.com – Biografi Marwan bin Hakam 684-685 M/ 64-65 H, Khalifah Ke-Empat Bani Umayyah – Khalifah ke empat Daulah Umayyah ini mengambil alih kekuasaan setelah Muawiyah II menyerahkan jabatannya. Pada masa Khalifah Usman bin Affan Marwan menjabat sebagai kepala lembaga sekretariat yakni ad-Dawawin yang mempunyai kewenangan sangat menentukan dalam setiap keputusan khalifah. Pada masa Muawiyah menjadi khalifah, Marwan menjabat sebagai Gubernur Madinah.
Khalifah Umayyah keempat, yang berkuasa kurang dari setahun pada 684–685. Ia adalah khalifah pertama dari trah Marwani (Marwan dan keturunannya), yang menjadi penguasa Umayyah menggantikan khalifah-khalifah Sufyani (keturunan Abu Sufyan) yang kekuasaannya runtuh akibat Perang Saudara Islam II.
Marwan bin Al-Hakam dilahirkan di Kota Makkah perkiraan pada tanggal 28 Maret Tahun 623 Masehi. Ia merupakan satu-satunya Khalifah Bani Umayyah yang akan menurunkan jabatan kekuasaan kepada garis keturunannya (Garis Marwani). Ayahnya bernama Hakam bin Abi Al-‘Ash yang pastinya berasal dari Kabilah Bani Umayyah (salah satu golongan orang-orang munafik), sedangkan ibunya bernama Aminah binti Alqamah yang berasal dari Kabilah Bani Kinanah.
Biografi Marwan Bin Hakam 684-685 M / 64-65 H |
Kedua kabilah tersebut sama-sama punya pengaruh dan terkemuka sekali di antara kalangan orang-orang Quraisy lainnya. Ia sendiri pernah hidup di Masa Rasulullah SAW. masih hidup dan dinyatakan masuk Islam pada Peristiwa Fathul Makkah.
Selanjutnya, ia pertama kali mengawali karirnya di saat ikut dalam Peperangan Ifriqiyah (bagian Afrika Utara Tengah) melawan Kekaisaran Byzantium.
Biang Keladi Terjadinya Fitnah Besar dan Pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan
Selanjutnya, ketika kakak sepupunya alias Utsman bin ‘Affan berhasil menduduki jabatan Khalifah yang ketiga, ia dipercaya menjadi katib atau sekretaris pribadi khalifah.
Waktu itu, ia juga pernah dituding sebagai dalang pelaku menulis Surat Hitam, yang berisi perintah membunuh Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk mempertahankan jabatan Gubernur Mesir yang dipegang sanak keluarganya itu.
Namun akibat Surat Hitam itulah tak disangka sangat luar biasa, sampai memicu terjadinya fitnah dan perpecahan besar di kalangan Umat Islam, sehingga Khalifah Utsman bin Affan terbunuh oleh para pemberontak.
Berdasarkan riwayat sejarah, Marwan sendiri juga pernah mendesak Sang Khalifah supaya mau menindaki mereka dengan jalan kekerasan tetapi sayangnya, Utsman menolak dengan dalih tidak mau terjadinya pertumpahan darah sesama Muslim.
Kala terjadi pemberontakan Khalifah Utsman bin Affan itu, mereka juga berniat untuk menghakimi dan mengadili Marwan bin Hakam dengan hunusan pedang, karena dianggap juga biang keladi semua masalah ini terjadi.
Namun, Marwan sempat mendapat perlindungan berkat pertolongan ibu susuan, Fatimah binti ‘As’ad dan salah satu pelayannya, Abu Hafshah, dengan siasat mengakali mereka kalau Marwan bin Hakam sudah mati terbunuh duluan oleh orang lain.
Sepak Terjang Marwan bin Hakam di Masa Khalifah Ali bin Thalib dan Dinasti Bani Umayyah
Setelah suasana kembali aman dan mendengar kabar bahwa Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah pengganti, mereka segera bergabung dengan pasukan Ali untuk ikut memadamkan Peperangan Jamal karena menganggap di antara pasukan Aisyah terdapat beberapa orang pelaku yang turut bertanggung jawab atas pembunuhan Utsman bin Affan.
Karena hausnya amarah dan motif balas dendam, Marwan bin Hakam berhasil membunuh Thalhah bin Ubaidillah saat melakukan penyerangan di pagi buta padahal di sisi lain, pasukan Aisyah sebenarnya berniat ingin kesepakatan damai terhadap pasukan Ali bin Abi Thalib.
Marwan bin Hakam Berawal dari jabatan wali Gubernur Bahrain hingga menjadi Gubernur Madinah
Beberapa tahun kemudian, setelah Umat Islam melewati perjalanan politik yang begitu alot dan panjang, hingga akhirnya kedudukan khalifah jatuh di tangan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Kala itu, Marwan bin Hakam ditunjuk untuk menjadi Wali Gubernur Bahrain, setelah beberapa tahun kemudian ia juga berganti posisi sebagai Wali Gubernur Madinah.
Selain itu, ia juga sebagai orang pertama yang paling keras menentang pemakaman Hasan bin Ali bin Abi Thalib ini berada di samping kuburan Nabi Muhammad SAW., Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan Umar bin Khattab dengan berdalih Khalifah Utsman bin Affan saja tidak mau dimakamkan di samping mereka, karena khawatir khalifah-khalifah penerusnya akan ikut-ikutan sama dengan sebelumnya.
Marwan bin Hakam Naik Tahta Menjadi Khalifah
Singkat cerita, ketika tampuk khilafah jatuh di tangan Khalifah Mu’awiyah II namun dia sendiri tidak betah memegang jabatan tersebut dan menyatakan dirinya mundur. Sebenarnya, Mu’awiyah bin Yazid ini mengaku tidak cakap dengan urusan pemerintahan seperti ini.
Dia lebih cenderung menjadi ahli agama yang alim dibandingkan menjadi politisi atau pemegang jabatan khalifah Daulah Islamiyyah, setelah itu dia menyerahkan urusan pemilihan khalifah kepada keluarga besarnya dan beberapa saat kemudian, ia dinyatakan meninggal dunia akibat terkena wabah penyakit, ada menurut beberapa sejarawan berpendapat bisa jadi dia dibunuh oleh suruhan orang lain.
Sejak itulah, timbullah pergolakan politik tentang siapa yang bakal mampu menduduki kursi khalifah selanjutnya, apalagi diperparah dengan situasi kemunculan Ibnu Zubair yang sudah mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah penanding keluarga Bani Umayyah dengan dukungan seluruh daerah Hijaz, Mesir, Irak, Iran dan Yaman.
Setelah mendapat pertimbangan para wali gubernur, dan juga pengamatan keluarga besar Bani Umayyah yang melihat keadaan Khalid bin Yazid (berasal dari keturunan Abu Sufyan) masih kecil alias tidak cukup umur, sedangkan Marwan bin Hakam itu dipandang sebagai orang tua yang berpengalaman, cakap politik, punya jasa besar bagi penegakan Daulah Dinasti Bani Umayyah, dan dianggap berhasil menuntut balas dendam atas kematian Khalifah Utsman bin Affan.
Sehingga, akhirnya mereka memutuskan untuk mengangkat Marwan bin Hakam sebagai khalifah penerus Bani Umayyah yang pertama kalinya berasal dari garis keturunan Abu Al-‘Ash.
Kebijakan-Kebijkaan Pemerintahan Khalifah Marwan bin Hakam
Marwan adalah orang yang berjiwa besar dan mempunyai cita-cita yang tinggi, ia hanya menjabat selama 9 bulan. Pada mas ajabatannya yang cukup singkat tersebut memiliki beberapa kebijkan, Berikut ini kebijakan-kebijakan Marwan bin Hakam :
- Meredam gerakan-gerakan di berbagai wilayah yang menghambat stabilitas pemerintahannya, diantaranya gerakan Abdullah bin Zubair di Hijaz, gerakan Mus‟ah bin Zubair di Palestina, gerakan-gerakan di Syam yang hendak mengangkat Khalid bin Yazid sebagai khalifah
- Mengangkat putranya Abdul Aziz sebagai Gubernur di Syam
- Mengembalikan kedudukan orang-orang suku di Jazirah Arab kedalam kekuasaannya
- Mengalahkan gerakan Khawarij dan Syi‟ah
Di masa pemerintahan yang hanya berlangsung selama 9 bulan, Khalifah Marwan berfokus untuk menguatkan posisi kedudukannya sebagai khalifah dan berusaha keras untuk memadamkan api pemberontakan yang dinyalakan oleh Ibnu Zubair, putra Sahabat Nabi Zubair bin Awwam itu.
Dua kebijakan Marwan bin Hakam saat menjadi khalifah saat menumpas pergerakan dari Abdullah bin Zubair sebagai berikut :
1. Menghadapi Pemberontakan Khalifah Abdullah bin Zubair
Sebenarnya, kekuasaan Ibnu Zubair secara de facto bisa dikatakan sangat luas dan dapat menandingi kekuasaan Bani Umayyah yang hanya berpusat pada wilayah Syam dan sekitarnya. Namun, karena dia sendiri bukanlah ahli siasat politik yang licin pandangannya, Ibnu Zubair hanya seperti khalifah bayangan yang tidak dianggap secara sah dan tidak pandai memanfaatkan atau memainkan situasi.
Sebelum pendeklarasian sebagai khalifah oposisi, sebenarnya Ibnu Zubair juga pernah ditawari jabatan menduduki wali Hijaz oleh Panglima Hasyim bin Numair dengan syarat harus pindah ke Syam, sayangnya dia menolak hal itu padahal kesempatan emas itu bisa saja dapat digunakan untuk mengumpulkan banyak dukungan dan persiapan bala tentara serta senjata untuk membelot balik terhadap kekuasaan Daulah Bani Umayyah itu.
Namun, karena ambisinya tidak sesuai dengan keadaan realitas yang ada, akhirnya timbullah persaingan khalifah antara Marwan bin Hakam yang berpusat di Damaskus, sedangkan Ibnu Zubair yang berpusat di Mekah.
2. Merebut Wilayah Kekuasaan Kembali dari Tangan Khalifah Ibnu Zubair
Mengingat gerakan putra Zubair bin Awwam ini terlanjur meluas di berbagai daerahnya, Khalifah Marwan bin Hakam berusaha untuk merebut kembali wilayah kekuasaannya yang barusan diambil-alih oleh para wali gubernur hasil tunjukan Ibnu Zubair.
Namun pelan-pelan, akhirnya pasukan Bani Umayyah berhasil mendapat wilayah Palestina secara penuh, sebagian dataran Bumi Syam, Irak dan Mesir dari tangan para pendukung Ibnu Zubair.
Wafatnya Khalifah Marwan bin Hakam
Marwan meninggal pada awal tahun 685 M (65 H) saat belum genap setahun berkuasa. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan sejarawan mengenai tanggal pasti kematiannya. Sejarawan Ibnu Sa’ad, Ath-Thabari, dan Khalifah bin Khayyath berpendapat bahwa Marwan meninggal pada tanggal 29 Sya’ban (10 atau 11 April), Al-Mas’udi berpendapat pada tanggal 3 Ramadhan atau 13 April, sedangkan Elia, Uskup Agung Nisibis, berpendapat kematian sang khalifah terjadi pada pada 7 Mei.
Sebagian besar sumber Muslim menyatakan bahwa Marwan meninggal di Damaskus, sedangkan Al-Mas’udi berpendapat bahwa Marwan meninggal di kediaman musim dinginnya di Ash-Shinnabra, dekat Danau Tiberias.
Sejarawan-sejarawan Muslim awal, seperti Ibnu Sa’ad al-Waqidi, menukil riwayat (dengan isnad yang baik) bahwa Marwan dibunuh saat ia tidur oleh istrinya Umm Hasyim Fakhitah akibat hinaan kasar yang sebelumnya diucapkan Marwan kepadanya, tetapi kisah ini ditolak atau diabaikan oleh kebanyakan sejarawan Barat modern.
Bosworth menduga bahwa Marwan meninggal akibat wabah penyakit yang menimpa negeri Syam pada saat kematiannya.
Sebelum Marwan meninggal, sekembalinya ia ke Syam dari Mesir pada tahun 685, ia sempat menunjuk putra-putranya Abdul Malik dan Abdul Aziz sebagai penerusnya, sekalipun hasil pertemuan di Jabiyah menetapkan Khalid bin Yazid dan Amr bin Said untuk posisi tersebut.
Ia melakukannya setelah ia mendengar bahwa Ibnu Bahdal mendukung Amr sebagai calon penerus Marwan. Ia memanggil dan mencecar Ibnu Bahdal, dan akhirnya memintanya menyatakan baiat terhadap Abdul Malik sebagai putra mahkota.
Setelah Marwan meninggal, Abdul Malik bin Marwan menjadi khalifah tanpa pertentangan dari Khalid maupun Amr. Dengan ini, keputusan pertemuan Jabiyah telah dibatalkan dan prinsip pemilihan khalifah berdasarkan garis keturunan langsung kembali berlaku.
Selanjutnya, pergantian khalifah dinasti Umayyah biasa dilakukan mengikuti garis keturunan.
Berselang 9 bulan lamanya, Khalifah Marwan bin Hakam telah meninggal dunia di usia 62 Tahun tepat pada pertengahan antara Bulan April atau Mei Tahun 685 Masehi. Sebelum meninggal dunia, ia sudah menunjuk kedua putra mahkota yang kelak akan menggantikannya, yaitu Abdul Malik bin Marwan dan Abdul Aziz bin Marwan.
Semenjak inilah, penerusan tahta kerajaan Bani Umayyah telah berhenti dari garis keturunan Sufyani (anak keturunan Mu’awiyah bin Abi Sufyan), kemudian diteruskan oleh garis keturunan Marwani (anak keturunan Marwan bin Hakam bin Al-‘Ash).
Baca Juga: Biografi Muawiyah bin Abi Sufyan, Sang Pendiri Bani Umayyah 602 M
Demikian artikel seputar Biografi Marwan bin Hakam 684-685 M/ 64-65 H, Khalifah Ke-Empat Bani Umayyah. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan kalian sebagai pegiat Sejarah Kebudayaan Islam pada masa lalu.
Semoga dapat dijadikan sebagai refensi pembelajaran kalian seputar khalifah Marwan bin Hakam pada masa pemerintahan Bani Umayyah. Terimakasih, Wassalam ……Andikabm