Biografi Sang Guru Filsafat Dunia Syekhul Imam Al Ghazali
Menghidupkan kembali Ilmu Agama |
AndikaBM.Com– Saya kembali hadir akan mengulas kisah perjalanan sang Guru Filsafat Dunia Syekh Imam Al-Ghazali. Para Pecinta Kisah Inspiratif, dan Alim Ulama semuanya saya rasa sudah pernah dengar di media sosial di sekolah-sekolah di Pesantren-Pesantren tentang kehebatan sang Mujtahid dan Mujahid Islam Dunia. Siapa sebenarnya Imam Al-Ghazali kali ini akan saya bagikan sedikit pengetahuan saya tentang beliau.
Beliau memiliki nama lengkap Imam Abu Hamid Al-Ghazali Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Ath-Thusiy. Al-Ghazali lahir di Thus, Khurasan pada tahun 450 H dan menyandang gelar Zainuddin (hiasan agama)
Beliau hidup dengan sang ayah yang bekerja sebagai penenun wol yang dijual di daerah Thus. Menjelang kematian sang ayah, Al-Ghazali beserta saudaranya yang bernama Ahmad mereka dititipkan kepada seorang sufi ahli dalam kebaikan. Beliau berwasiat agar mereka diajarkan berbagai macam ilmu yang telah beliau lewatkan. Seperti belajar menulis arab.
Setelah ayah Al-Ghazali meninggal, perjalanan belajar mereka dimulai. Pada awalnya sesuai wasiat sang ayah, mereka berdua diajari oleh sang sufi. Namun, setelah harta yang ditinggalkan sang ayah habis, sang sufi menyarankan agar mereka bersekolah secara formal. Saat bersekolah selain mendapat ilmu yang lebih baik, di sana juga akan mendapatkan makanan sesuai kebutuhan mereka. Akhirnya merekapun melakukan anjuran tersebut.
Masa kecil Sang Imam Ghazali
Imam Al-Ghazali kecil adalah seorang anak yang gemar belajar. Pada waktu itu, ia mempelajari ilmu fikih di Thus kepada Ahmad R-Radzkani. Setelah itu, ia mengembara ke jurjan belajar kepada Imam Abu Nashr Al-Isma’ily. Dirinya selalu mendengarkan dengan seksama serta mencatat semua yang didapatkan. Terkadang dirinya juga memberikan komentar-komentar dan berpendapat, lalu kembali lagi ke Thus.
Setelah tiga tahun lamanya ia menyibukkan diri di Thus untuk menghafalkan catatannya, Al-Ghazali kemudian datang ke Naisabur. Ia berguru kepada Imam Al-Haramain, yaitu Abu AL-Ma’ali Al-Juwaini (419-478 H). Dirinya sangat bersungguh-sungguh hingga mazhab Imam Syafi’i , fikih ikhtilaf, ilmu perdebatan, ilmu usul, juga mantiq dapat ia kuasai.
Buku-buku dari setiap bidang keilmuan sangat banyak yang telah ia tulis. Cerdas, berfikiran tajam, berkarakter menakjubkan, berwawasan luas, ingatan kuat, ilmu yang teruji, menguasai berbagai ilmu dengan sangat mendalam adalah kelebihan Imam Al-Ghazali. Sang guru mengibaratkan Al-Ghazali bagai laut yang tak bertepi.
Al-Ghazali menetap di Naisabur sampai Imam Al-Haramain meninggal pada 478 H. Setelahnya Al-Ghazali menemui mentri Nizham Al-Mulk. Pada saat itu Al-Ghazali menghadapi permasalahn dengan para imam dan ulama yang memusuhinya. Namun, dirinya memenangkan permasalahn itu, perkataanya dapat membungkam seluruh ulama sehingga mengakui kecerdasan Al-Ghazali. Namanyapun kemudian menyebar diberbagai penjuru.
Baca Juga : Syekh Abdul Qodir Al Jailani Pelopor Sufi Dunia dan Ilmu Tharikat
Imam Ghazali Dewasa
Saat ia diangkat menjadi guru besar di madrasah Nizham Al-Mulk, ia menetap di sana hingga tahun 484 H. Setelah itu dirinya berangkat menuju irak untuk melaksanakan tugas penting.
Al-Ghazali datang ke Baghdad saat berumur 34 tahun. Ia mendapat sambutan sangt besar dan meriah. Ia menjadi guru di madrasah Nizhamiyah. Dirinya membuat penduduk sekitar takjub dan segan.
Beberapa lama kemudian, Al-Ghazali kembali ke kampung halamannya di Thus. Banyak hal yang menyibukkan. Ia mendirikan sekolah, mengkhatamkan Al-Quran, berkumpul dengan para ilmuwan, mengajar dan lain-lain. Dirinya tak pernah lepas dari kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.
Menjelang akhir hayatnya, Al-Ghazali rajin mengkaji hadis, menelaah dua kitab shahih Bukhari dan Muslim. Al-Ghazali wafat di Thus pada senin, 14 jumadil Akhir 505 H.
Pengetahuan atau Wawasan Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali merupakan salah satu seorang disiplin ilmu yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang sangat luas pada masa itu. Dirinya memiliki banyak karya yang dihasilkan. Banyak pendapat para imam besar yang menggambarkan dirinya. Pendapat tentang Al-Ghazali ini dirangkum oleh Ibnu Al-‘Imad Al-Hanbaliy dengan perkataannya, “aku tidak pernah melihat orang seperti dirinya.”
Ketika mendengar nama Imam Al-Ghazali, yang muncul dalam pikiran kita mungkin akan mengarah pada kumpulan tokoh yang mumpuni dalam bidang ilmu. Al-Ghazali merupakan seorang pakar usul, ahli fikih, ilmu kalam, imam dan pejuang ahlusunnah. Beliau juga seorang pakar ilmu sosial yang teliti pada kondisi sosial dan rahasia yang terpendam dalam sanubari. Al-Ghazali adalah poros ilmu pengetahuan pada zamannya. Dirinya selalu haus terhadap ilmu pengetahuan sampai semua cabang-cabang ilmu pengetahuan dapat ia kuasai.
Berbeda dengan ulama pada umumnya, Al-Ghazali adalah ulama yang prodktif. Dirinya selalu mengkaji dan menelitiilmu yang didapat. Tak hanya itu, ia juga sering menyanggah dan mengkritisi berbagai pemikiran ulama. Setelah itu, beliau menjelaskan dan menerangkan pemikirannya. Itulah yang di sebut produktifitas atau karya pembaruan.
Abdul Ghafir Al-Farisi berujar, “setelah menguasai ilmu usul, Al-Ghazali menganalisis berbagai teori pemikiran dalam ilmu usul, sehingga dengan ilmu ini ia melahirkan banyak pemikiran. Ia juga memperbarui mazhab fikih, meneliti perbedaan-perbedaan fikih (ikhtilaf), memperbaruinya dan, karya.”
Dalam ilmu kalam pengaruh Al-Ghazali sangat besar dibandingkan ilmu fikih. Al-Ghazali tidak pernah takut pada seorang pun saat menyanggah dan mengkritisi tentang ilmu filsafat. Demikian, sang ilmuan yang produktif, kritis, dan kreatif.
Baca Juga : Biografi Syekh Muhammad Bahauddin An-Naqsyabandi
Al-Ghazali dan Filsafat
Yang paling besar di bumi ini bukan gunung dan lautan, melainkan hawa nafsu yang jika gagal dikendalikan maka kita akan menjadi penghuni neraka.
AL-Ghazali melakukan apa yang belum dilakukan ulama terdahulu,dan apa yang tidak bisa di capai oleh ulama yang lain. Beliau berusaha mempelajari ilmu filsafat.sambungnya.”Dengan keseriusan,saya yakin akan mempelajari serta menguasai ilmu filsafat dari berbaagai macam sumber tanpa bantuan dari seorang guru pun.
Aku mempelajarinya pada waktu luang dari kesibukan mengarang dan mengajar, “Allah pun memberiku suatu kemampuan untuk memahami dengan hanya pengkajian di saat waktu yang tersembunyi puncak filsafat ini para filsuf kurang lebih dalam waktu dua tahun.”
Setelah memahaminya,dalam waktu setahun aku terus menerus merenungkannya kembali,mengulanginya kembali,serta mengkaji nilai guna dan manfaatnya. Hingga dapat mengetahui pasti dan tidak ada keraguan sama sekali
Adanya tipu muslihat,bercampurnya keburukan dan kebenaran,kenyataan yang benar-benar serta khayalan yang terkandung dalam filsafat.
Kajian ikhtisar filasatnya di ceritakan kepada kami beserta analisanya dalam kitab yang berharga,Al-Munqidz min Adh-Dhalaal.Al-ghazali membedakan dari semua filsuf atas dasar banyak nyas madzhab dan golongan dibagi menjadi tiga macam,yakni dahriyyun ,thabi’iyun,dan ilahiyyun.
Dia menjelaskan kelompok yang pertama dahriyyun tidak meyakini bahwa adanya sang pencipta ,pengatur,dan penguasa.Mereka itu ateis.
Kelompok kedua thabi’iyun yaitu mereka yang membahas tentang alam ,keajaiban hewan,serta tumbuhan,dan ilmu atonomi hewan mereka berargumen bahwa jiwa yang mati tidak akan hidup kembali.dan mereka tidak meyakini hari akhir.merekapun ateis.
Kelompok ketiga, yakni ilahiyyun, seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles. Aristoteles menyusun ilmu logika dan disiplin ilmu buat mereka. Seluruh pengikut kelompok ini menolak dua kelompok pertama yakni kalangan Dahriyyah dan Thabi’iyyah. Hanya Allah yang menolong kaum muslimin.
Aristoteles menolak Plato dan Socrates, namun Aristoteles tidak dapat lepas dari sifat rendah kekafiran dan bid’ah mereka. Sehingga harus mengkafirkan mereka serta pengikut dari kalangan filsuf islam seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, dan yang lainnya.
Al-Ghazali juga menerangkan bahwa Al-Farabi dan Ibnu Sina merupakan dua filsuf yang amanah dalam mengutip filsafat aristoteles. Al-Ghazali membagi ilmu filsafat menjadi enam bagian, yaitu ilmu matematika, alam, politik, logika, etika, dan ketuhanan.
Ilmu Logika, yakni ilmu yang tidak ada kaitan nya dengan agama, baik penyangkalan maupun pembuktian. Ilmu ini yaitu teori tentamg argumentasi dan analogi.
Ilmu alam, yaitu pembahasan alam antara lain langit,bintang-bintang, air, udara, dan sebagainya. Mengkhianati ilmu ini tidak bagian dari syarat beragama.
Ilmun ketuhanan, pada ilmu ini para filsuf mendapatkan banyak kesalahan.Karena mereka tidak dapat memenuhi bukti-bukti seperti yang mereka tentukan di dalam ilmu logika. Dikarenakan diantara mereka banyak terjadi perselisihan.
Banyaknya kesalahan mereka terpusat pada dua puluh prinsip.Tiga prinsip yaitu antara lain mewajibkan pengafiran terhadap mereka kemudian tujuh belas lain nya mewajibkan pembidahan kepada mereka.
Pada tiga masalah itu,mereka telah menyalahi umat muslim,di antara lain sebagai berikut;
- Di hari kiamat para jasad tidak di bangkit kan dan di kumpulkan
- Allah hanya mengetahui hal yang umum saja,dan tidak mengetahui hal yang terperinci.
- Alam yakni qadim dan azali
Ilmu politik,pembicaraan ilmu ini terpusat pada kemaslahatan dan berkaitan dengan urusan urusan duniawi.
Ilmu etika,pembicaraan mereka hanya terbatas pada sifat diri serta akhlak nya.
Dengan penjelasan yang tak ada saingan nya ini,Al-Ghazali mengatakan apa yang terdapat di kata filsafat yang pada masa lampau merupakan dari sekian banyaknya tebakan atau mantra.
Baca Juga : Abu Nawas Ahli Sufi Dan Politik
Sebagai Imam Sang Pembaru
Tidak di ragukan lagi di karenakan islam telah menyuguhkan suatu peranan yang begitu besar pada akal manusia.kami perlihatkan bahwa di dalam pandangan syariat,ketiadaan suatu akal berarti hilangnya suatu kewajiban dan tanggung jawab.
Suatu masalah timbul di saat sebagian madzhab terlalu meninggikan akal sehimgga akal dapat di jadikan sebagai keputusan di dalam urusan syariat. Sementara itu, di beberapa madzhab saling merendahkan akal dan hampir menjatuhkan peranan akal.
Beberapa orang berargumen, setelah akhir sikap terhadapt filsafat, Al-Ghazali tidak memperhatikan peranan akal. Namun, kita mengenali Al-Ghazali tentang permasalahan ini.
Hal yang paling mendasar dalam pembahasan ini, yaitu tegas dalam berfikir karena tidak ada pertentangan di antara syariat dan akal. Menyuarakan akal yang bebas, dipandangan islam, yaitu menyuarakan keimanan sperti yang diungkapkan Dr. Al-Qardhawi tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan yang lain.
Dalam masalah ini, Al-Ghazali berbicara, dengan akal saja tidak cukup kalau tanpa syariat. Syariat saja tidak cukup kalau tanpa akal. Orang yang berniat untuk taklik hanya dengan menanggalkan sewluruh peranan akal sama saja orang tersebut bodoh. Sesorang yang merasa cukup dengan akal, kemudian mengabaikan cahaya Al-Quran dan sunnah yaitu orang yang tertipu.
Dikarenakan, jangan sampai kamu menjadi salah satu dari kedua tipe ini. Namun, jadilah pemakaI dari prinsip itu. Karena ilmu aqli sama saja dengan gizi, sedangkan ilmu syariat sama saja seperti obat.
Dengan ini, Al-Ghazali memutuskan tidak adanya pertentangan diantara ilmu naqli dan ilmu aqli. Dia berbicara, seseorang yang mengira bahwa ilmu aqli bersebrangan dengan ilmu syariat serta menggabungkan keduanya tidak mungkin terjadi, adalah argumen yang terdapat dari kebutaan mata hati. Kita memohon berlindung kepada Allah dari hal tersebut. Bahkan, seseorang yang berargumen seperti itu, bisa jadi dalam penglihatannya, disebagian ilmu syariat saja bertentangan dengan ilmu syariat yang lain. Karena, dia tidak mampu menyeimbangkan antara kedua ilmu syariat yang bertentangan tersebut.
Dia mengira bahwa agama ini mengandung pertentangan. Kemudian ia terheran-heran serta kebingungan. Ia perlahan-lahan terlepas dari agama seperti mengelupasnya selembar rambut dari adonan. Semua hal ini terjadi dikarenakan kelemahan pada dirinya yang membuat ia berhalusinasi akan adanya pertentangan di dalam agama. Alangkah mustahil dirinya berhalusinasi saat itu.
Bila, akal yang diciptakan Allah sebagai kemuliaan manusia dan sebagai alat untuk mengenali tuhannya, melewati perenungan terhadap berbagai macam ciptaan Allah itu bukanlah pikiran bebas yang sama sekali lepas dari ikatan, dan bukan juga dia mampu mengetahui segala pengetahuan.
Oleh sebab itu, banyak ilmu pengetahuan yang harus diterima sebagai al-musallamat yakni ilmu pengetahuan syariat yang diterima dari para nabi as. Kemudian atas dasar ini, Al-Ghazali menyimpulkan bahwa akal itu harus menegaskan dua hal sama dengan menetapkan keberadaan tuhan dan kenabian.
Memutuskan keberadaan tuhan itu diketahui ada caranya, yakni dengan cara merenungkan berbagai ciptaan Allah. Kemudian, bagaiman caranya menetapkan kenabian? Dengan cara memakai perumpaan aktual, Al-Ghazali mengantarkan kita kepada keputusan kedua tersebut. Ia berpendapat sebai berikut “manusia itu diciptakan Allah dari tubuh dan hati.” Yang dimaksud dengan hati yaitu hakikat ruh dan merupakan suatu ruang untuk mengenal Allah; bukan berarti hati dalam artian gumpalan daging dan darah yang sama saja dimiliki oleh mayat dan hewan. Disaat tubuh memiliki kondisi sehat, serta kesehatan merupakan kebahagiaan tubuh.Tubuh pula dapat sakit,dan itulah kebinasaan nya.
Baca Juga : Uwais Al qorni Sang Penghuni Langit
Hati pula demikian. Ia memiliki kondisi sehat dan selamat. Manusia tidak akan ada yang selamat, kecuali orang” yang menghadap Allah dengan hati ynag bersih (QS. Asy-Syu’ara’ : 89). Hati juga mempunyai penyakit yang menyababkan kebinasaan abadi diakhirat. Allah berfirman, “dalam hati mereka ada penyakit.” (QS. Al-Baqarah : 10). Ketidak tahuan tentang Allah sama saja itu racun yang membinasakan. Pembangkangan terhadap Allah dengan menuruti hawa nafsu adalah penyakit yang menyebabkan orang sakit. Mengenali Allah yaitu penawar racun yang menghidupkan. Taat kepada Allah dengan menahan hawa nafsu adalah obat yang menyembuhkan.
Tidak ada jalan lain mengobatio hati, menghilangkan suatu penyakit, mengusahakan kesehatan, selain dengan minum obat-obatan. Sama saja tidak ada cara untuk mengobati tubuh selain menggunakan obat-obatan.
Obat untuk tubuh dapat menyehatkan karena khasiat di dalam obat tersebut khasiat yang terdapat dalam obat tersebut diketahui oleh orang-orang bukan dari pemikiran akal,melain kan itu semua kata para dokter,yang bahwasannya para dokter mengetahui khasiat tersebut bersumber dari para nabi.
Sangat jelas bagiku,dengan pasti,bahwa obat tersebut iyalah berbagai ibadah dengan kadar yang di tentukan oleh para nabi dan tidakn dapat di ketahui khasiat nya melalui akal pikiran.
Dan harus taklid kepada para nabi yang dapat mengetahui khasiat dari obat itu melalui cahaya para nabi as. Bukan hanya dengan pemikiran yang logis saja.
Kemudian, Al-Ghazali menyimpulkan;
Singkatnya para nabi bisa juga disebut dokter berbagai macam penyakit hati. Kemudian manfaat serta peran suatu akal hanyalah untuk memberi tahu kepada kami berbagai ilmu pengetahuan para nabi terdahulu untuk bersaksi tentang suatu kenabian dengan penuh suatu keyakinan.
Mengetahui suatu kelemahan dari dalam diri yang tidak akan mampu mengetahui pengetahuan yang di miliki oleh para nabi as.
Akal merangkul badan kita serta menyerahkan kita kepada kenabian ,seumpama orang buta menyerah kan salah satu bagian tubuh kepada si penuntun ,dan perumpamaan orang yang sedang sakit yang tidak tahu apa-apa tentang obat-obat tan kemudian menyerahkan dirinya kepada para dokter ahli.
Jadi sampai di situlah peranan akal. Akal tidak akan mampu melampaui semua itu,kecuali berusaha mengerti apa yamg di terima dari para nabi as.
Jadi begitulah Al-Ghazali menjelaskan hal yang menegaskan tentang kenabian yang merupakan tugas dari kedua akal.Al-Ghazali kemudian menegaskan batasan tugas akal terhadap tiga ketentuan yang telah di utarakan.
Mendapatkan suatu kesadaran tentang keniscayaan para nabi dan keniscayaan membenarkan kenabian. Ketidakmampuan akal menjangkau suatu pengetahuan yang di jangkau oleh para nabi as. Dan menyerahkan diri kepadapara nabi as. serta mengikuti mereka.
Suatu penjelasan dari seorang filsuf Al-Ghozali dengan metode yang mudah serta metode yang mryakin kan yakni merupakan suatu hasil dari berbagai upaya kerja keras semasa hidupnya.
Tentang ini Al-Ghazali bercerita bahwa;”kemudian aku terus melakukan uzlah serta khawlat sekitar sepuluh tahun. Pada masa ini tampaklah bagiku dengan pasti berbagai perantara yang tak terhingga,sesekali berkat dzauq,sesekali karena ilmu dan pembuktian dan terkadang berkat penerimaan keimanan.
Di kesempatan yang lain Al-Ghazali telah menutup kisah nya dengan mengatakan.”inilah hal hal yang kami ketahui secara pasti melalui musyahadah pada masa khalwat dan uzlah.
Namun Al-Ghazali telah menetapkan suatu arah bagi akal dan dapat menerima lebih banyak pengetahuan ,berarti Al-Ghazali sudah membebaskan suatu akal dari khurafat,taklis,prasangka serta dari mengikuti para penguasa.
Demikianlah gambaran secara ringkas jalan dan tindakan Al-Ghazali dalam memperbaharui cara berfikir umat muslim.kami memperhatikan bahwa dalam metode ini dia berpegang teguh kepada metode salaf. Dalam rangka ini,dia pun sangat menghormati akal serta mempertahankan peran nya.
Namun yang telah di selesaikan ,suatu aspek ini justru di abaikan oleh kebanyakan orang yang merangkum tentang sang Hujah islam,baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
Jika,yang harus dipastikan adalah karena Al-Ghazali dalam setiap teks nya yang kami kutip dari suatu karya yang belum termasuk yang tidak kita kutip menekan kan niscayanya garis metode tersebut.
Karya-Karya Al-Ghazali
Hiduplah kamu bersama manusia sebagaimana pohon yang berbuah, mereka melemparinya dengan batu, tetapi ia membalasnya dengan buah.
Az-Zabidi mengatakan bahwa banyak buku ditetapkan sebagai karya Al-Ghazali. Namun, sejumlah peneliti menyebutkan sejumlah kitab yang bukan karangan Al-Ghazali, yaitu:
- As-Sirr Al-Maktum fi Asrar An-Nujum
- Tahsin Adz-dzunun
- An-Nafkhu wa At-Taswiyah
- Al-Madhnun bihi ‘Ala Ghairi Ahlihi
Berikut ini adalah kitab-kitab karangan Al-Ghazali:
- Ihya’ Ulum ad-Din.
- Al-Munqidz min Adh-Dhalal.
- Tahafut Al-Falasih.
- Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiz, dan Al-Khulashah.buku fikih yang ditulis secara berurutan mulai dari yang paling tebal hingga yang paling ringkas
- Al-Mankul dan Al-Mustashfa. Dua buku dalam ilmu usul
- Maqasidh Al-Falasifah. Kitab ilmu filsafat.
Pembaca kisah hidup Imam Al-Ghazali mengungkapkan bahwa beliau adalah sosok yang sangat cemerlang. Pemikiran-pemikirannya dapat membangkitkan dunia keilmuan. Semangat dalam menuntut ilmu sangat patut dicontoh.
Imam Al-Ghozali memiliki pendapat bahwasannya di setiap negri muslim harus memenuhi setiap kebutuhan primer bagi umat muslim.oleh karena itu dengan adanya orang yang menangani kebutuhan tersebut merupakan salah satu dari fardu khifayah.
Sama juga seperti kedokteran yang akan memenuhi kebutuhan keberlangsungan hidup,dan juga seperti ilmu matematikan yang niscaya Dalam dunia perbisnissan serta pembagian harta warisan.dan sebagainya.
Dan bila suatu negara jika tidak memiliki ilmu-ilmu tersebut maka penduduk di suatu negara tersebut akan terbebani,seumpamanya salah satu orang saja mengurusi itu sudah cukup, maka gugurlah kewajiban yang lain nya.
Al-Ghazali telah memprediksikan bahwa kelak orang akan terheran heran dengan ucapan nya;”.kedokteran dan ilmu hitung itu termasuk fardu khifayah”,hal tersebut belum pernah terdengar sebelumnya Semua yang mereka tahu tentang suatu contoh fardu khifayah hanya saja yang berhubungan langsung dengan ibadah,seperti shalat idul fitri,shalat idul adha’ shalat ghaib,dan seterusnya. Dan jika sebagian umat telah melaksanakannya maka gugurlah dosa-dosa orang lain.
Kemudian Al-Ghazali mengatakan.”janganlah seseorang merasa terheran heran atas perkataan kami bahwa kedokteran dan ilmu matematika termasuk fardu khifayah. Sebab tiang-tiang perindustrian seperti;pertanian,politik bahkan menjahit pun termasuk fardu khifayah.
Sebab, jika suatu negara telah kosong dari pembekam,maka kebinasaan akan menimpa mereka kemudian mereka juga akan terbebani oleh penyerahan diri pada kebiasaan,padahal Allah lah yang menurunkan penyakit,dan kemudian menurunkan obatnya.serta memberikan petunjuk pemakaian.
Wallohu ‘A’lam……