Sejarah Perkembangan Islam Di Brunei Darussalam dan Thailand

Andikabm.com Sejarah Perkembangan Islam Di Brunei Darussalam dan ThailandSebagaimana artikel yang admin bagikan pada waktu lalu tentang Sejarah Masuknya Islam Di Asia Tenggara, Khususnya Negara Malaysia. Maka kali ini admin akan berbagi kembali terkait masuknya Islam di kawasan Asia Tenggara untuk negara Brunei Darussalam dan Thailand. 
Masjid Sultan Omar Ali Syaifuddien Brunei Darussalam, Sumber: Pixcabay
Brunaei Darussalam adalah salah satu kerajaan yang tertua di Asia Tenggara yang penduduknya hampir mayoritas beragama Islam. 100 % Penduduk asli Brunei memeluk agama Islam, penduduk yang non muslim berasal dari pendatang Filipina, China dan India. Jika total keseluruhan penduduk Brunei 98% muslim maka dan 40% pendatang yang juga muslim, jika digabungkan secara keseluruhan penduduk Brunei 78% beragama Islam.

Untuk lebih jelasnya yuk kita simak artikel Sejarah Perkembangan Islam di Brunei Darussalam dan Thailand ini.

Brunei Darussalam 

Agama Islam di Brunei Darussalam diperkirakan mulai diperkenalkan sekitar tahun 977 melalui jalur timur Asia Tenggara oleh para pedagang dari negeri Tiongkok. Sekitar 500 tahun kemudian, agama Islam barulah menjadi agama resmi negara di Brunei Darussalam semenjak pemerintahannya dipimpin oleh Raja Awang Alak Betatar. Raja Awang Alak Betatar masuk Islam dan berganti nama menjadi Muhammad Shah sekitar tahun 1406 M.
Sejarah Perkembangan Islam di Brunei Darussalam Islam mulai berkembang dengan pesat di Kesultanan Brunei sejak Syarif Ali diangkat menjadi Sultan ke-3 Brunei pada tahun 1425. Sultan Syarif Ali adalah seorang Ahlul Bait dari keturunan cucu Rasulullah Saw, Hasan, sebagaimana tercantum dalam Batu Tarsilah atau Prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat di Bandar Sri Begawan, ibu kota Brunei Darussalam. 
Selanjutnya, agama Islam di Brunei Darussalam terus berkembang pesat. Sejak Malaka yang dikenal sebagai pusat penyebaran dan kebudayaan Islam jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, banyak ahli agama Islam yang pindah ke Brunei. 
Masuknya para ahli agama membuat perkembangan Islam semakin cepat menyebar ke masyarakat. Kemajuan dan perkembangan Islam semakin nyata pada masa pemerintahan Sultan Bolkiah (sultan ke-5) yang wilayahnya meliputi Suluk, Selandung, Kepulauan Sulu, Kepulauan Balabac, Pulau Banggi, Pulau Balambangan, Matanani, dan utara Pulau Palawan. 
Di masa Sultan Hassan (sultan ke-9), masyarakat Muslim Brunei memiliki institusi-institusi pemerintahan agama. Agama pada saat itu dianggap memiliki peran penting dalam memandu negara Brunei ke arah kesejahteraan. Pada saat pemerintahan Sultan Hassan ini, undang-undang Islam, yaitu Hukum Qanun yang terdiri atas 46 pasal dan 6 bagian, diperkuat sebagai undang-undang dasar negara. 
Di samping itu, Sultan Hassan juga telah melakukan usaha penyempurnaan pemerintahan, antara lain dengan membentuk Majelis Agama Islam atas dasar Undang-Undang Agama dan Mahkamah Qadhi tahun 1955. Majelis ini bertugas memberikan dan menasihati sultan dalam masalah agama dan ideologi negara. 
Masjid Sultan Omar Ali Brunei Darussalam itu, dibentuk Jabatan Hal Ehwal Agama yang tugasnya menyebarluaskan paham Islam, baik kepada pemerintah beserta aparatnya maupun kepada masyarakat luas. Langkah lain yang ditempuh sultan adalah menjadikan Islam benar-benar berfungsi sebagai pandangan hidup rakyat Brunei. Pada tahun 1888-1983, Brunei berada di bawah kekuasaan Inggris. 
Brunei merdeka sebagai negara Islam di bawah pimpinan sultan ke-29, yaitu Sultan Hassanal Bolkiah Mu’izzuddin wad Daulah, setelah memproklamasikan kemerdekaannya pada 31 Desember 1983. Gelar Mu’izzuddin wad Daulah (Penata Agama dan Negara) menunjukkan ciri keislaman yang selalu melekat pada setiap raja yang memerintah. 
Pada Tahun 1839, James Brooke dari Inggris datang ke Serawak dan menjadi raja di sana serta menyerang Brunei, sehingga Brunei kehilangan kekuasaannya atas Serawak. Pada tanggal 19 Desember 1846, pulau Labuan dan sekitarnya diserahkan kepada James Brooke. 
Sedikit demi sedikit wilayah Brunei jatuh ke tangan Inggris melalui perusahaan-perusahaan dagang dan pemerintahannya sampai dengan wilayah Brunei kelak berdiri sendiri di bawah protektorat Inggris di tahun 1984. 
Pada saat yang sama, Persekutuan Borneo Utara Britania sedang meluaskan penguasaannya di Timur Laut Borneo. Pada tahun 1888, Brunei menjadi sebuah negeri di bawah perlindungan kerajaan Britania dengan kedaulatan dalam negerinya, tetapi dengan urusan luar negeri tetap diawasi Britania. 
Pada tahun 1906, Brunei menerima suatu langkah perluasan kekuasaan Britania saat kekuasaan eksekutif dipindahkan kepada seorang residen Britania, yang bertugas menasehati baginda Sultan dalam semua perkara, kecuali hal yang bersangkutan dengan adat istiadat setempat dan agama. 
Pada 4 Januari 1979, Brunei dan Britania Raya telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan. Perjanjian tersebut berisi 6 pasal. Akhirnya setelah 96 tahun di bawah pemerintahan Inggris Brunei resmi menjadi negara merdeka di bawah Sultan Hassanal Bolkiah pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam telah berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya.
Setelah merdeka Brunei menjadi sebuah negara Melayu Islam Baraja. “Melayu” diartikan dengan negara Melayu yang mengamalkan nilai-nilai tradisi atau kebudayaan Melayu yang memiliki unsur-unsur kebaikan dan menguntungkan. “Islam” diartikan sebagai suatu kepercayaan yang dianut negara .
Sama seperti Indonesia yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam dengan Mazhab Syafi’iyang bermadzhab Ahlussunnah wal Jama’ah sesuai konstitusi dan cita-cita kemerdekaannya. “Baraja” adalah suatu sistem tradisi Melayu yang telah lama ada. 
Brunei telah memastikan konsep ”Melayu Islam Beraja” sebagai falsafah negara dengan seorang sultan sebagai kepala negaranya. Saat ini, Brunei Darussalam dipimpin oleh Sultan Hassanal Bolkiah. Dan, Brunei merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Asia Tenggara dengan latar belakang sejarah Islam yahng gemilang.
Brunei merdeka sebagai negara Islam di bawah pimpinan sultan ke- 29, yaitu Sultan Hassanal Bolkiah Mu’izzuddin wad Daulah. Panggilan resmi kenegaraan sultan adalah Yang Maha Mulia Paduka Sri Baginda. Gelar Mu’izzuddin wad Daulah (penata agama dan negara) menunjukkan ciri keislaman yang selalu melekat pada setiap raja yang memerintah. 
Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan monarki konstitusional dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri, yang dipilih dan diketuai oleh Sultan sendiri. 
Untuk kepentingan penelitian agama Islam, pada tanggal 16 September 1985 didirikan pusat dakwah yang juga bertugas melaksanakan program dakwah serta pendidikan kepada pegawai-pegawai agama serta masyarakat luas dan pusat pameran perkembangan dunia Islam. 
Di Brunei, orang-orang cacat dan anak yatim menjadi tanggungan negara. Seluruh pendidikan rakyat (dari TK sampai Perguruan Tinggi) dan pelayanan kesehatan diberikan secara gratis. Pihak kerajaan memainkan peranan penting dalam perkembangan Islam. 
Peran ini terlihat dari langkah pemerintahan Kesultanan Brunei untuk mendirikan Pusat Kajian Islam yang ditujukan untuk kepentingan penelitian agama Islam. Pusat kajian yang didirikan pada 16 September 1985 ini bertugas melaksanakan program dakwah serta pendidikan kepada pegawai-pegawai agama serta masyarakat luas dan pusat pameran perkembangan dunia Islam. 
Geliat keislaman di Brunei Darussalam jelas terlihat pada saat hari-hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Saw., Nuzulul Quran, dan Isra Mi’raj. Setiap hari besar Islam, pihak Kesultanan Brunei selalu menyelenggarakan acara perayaan. Bahkan, Sultan Hassanal Bolkiah selaku pemimpin negara mewajibkan para pegawai kerajaan untuk menghadiri peringatan tersebut. 

Islam Di Negara Thailand 

Thailand biasa disebut juga Muangthai, atau Muangthai Risabdah, atau Siam, atau negeri Gajah Putih, terletak di sebelah utara Malaysia, dan sering dilukiskan sebagai bunga yang mekar di atas sebuah tangkai. Thailand berarti negeri yang merdeka, karena memang merupakan satu-satunya negeri di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah oleh kekuasaan Barat atau negara lain. 
Islam di Thailand banyak dijumpai di beberapa provinsi wilayah selatan negeri gajah putih ini, antara lain Provinsi Pattani (80%), Yala (68,9%), Narathiwat, Satun (67,8%) juga Songkhla, seluruh provinsi tersebut dahulunya masuk wilayah kerajaan Pattani Raya pada abad ke-12, sebelum kerajaan Sukhotai berdiri. Meskipun Thailand terkenal sebagai negeri Buddha, akan tetapi sekarang kerajaan cukup mensupport kehidupan Islam untuk penduduknya.
Di Thailand, negeri yang mayoritasnya beragama Budha, terdapat lebih dari 10% penduduk muslim dari seluruh populasi penduduk Thailand yang berjumlah kurang lebih 67 juta orang. Penduduk muslim Thailand sebagian besar berdomisili di bagian selatan Thailand, seperti di Propinsi Pha Nga, Songkhla, Narathiwat, dan sekitarnya yang dalam sejarahnya adalah bagian dari Daulah Islamiyah Pattani. 
Agama Islam masuk ke Thailand sejak pertengahan abad ke-19. Proses masuknya Islam di Thailand dimulai sejak kerajaan Siam mengakuisi kerajaan Pattani Raya (atau lebih dikenal oleh penduduk muslim Thai sebagai Pattani Darussalam). 
Pattani berasal dari kata Al-Fattani yang berarti kebijaksanaan atau cerdik karena di tempat itulah banyak lahir ulama dan cendekiawan muslim terkenal. Perkembangan Islam di Thailand semakin pesat saat beberapa pekerja muslim dari Malaysia dan Indonesia masuk ke Thailand pada akhir abad ke-19. 
Saat itu mereka membantu kerajaan Thailand membangun beberapa kanal dan system perairan di Krung Theyp Mahanakhon (sekarang dikenal sebagai Propinsi Bangkok). Beberapa keluarga muslim bahkan mampu menggalang dana dan mendirikan masjid sebagai sarana ibadah, sebuah masjid yang didirikan pada tahun 1949 oleh warga Indonesia dan komunitas muslim asli Thailand. 
Tanah wakaf masjid ini adalah milik almarhum Haji Saleh, seorang warga Indonesia yang bekerja di Bangkok. Islam sudah ada di daerah yang sekarang menjadi bagian Thailand Selatan sejak awal mula penyebaran Islam dari jazirah Arab. 
Hal ini bisa kita lihat dari fakta sejarah, seperti lukisan kuno yang menggambarkan bangsa Arab di Ayuthaya, sebuah daerah di Thailand. Dan juga keberhasilan bangsa Arab dalam mendirikan Daulah Islamiyah Pattani menjadi bukti bahwa Islam sudah ada lebih dulu sebelum Kerajaan Thai. 
Lebih dari itu, penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara merupakan satu kesatuan dakwah Islam dari Arab di masa khalifah Umar Bin Khaththab. Meski tidak diketahui secara pasti daerah mana yang lebih dulu didatangi oleh utusan dakwah dari Arab, akan tetapi secara historis, Islam sudah menyebar di beberapa kawasan Asia Tenggara sejak lama, di Malakka, Aceh (Nusantara), serta Malayan Peninsula termasuk daerah Melayu yang ada di daerah Siam (Thailand). 
Secara garis besar, masyarakat muslim Thailand dibedakan menjadi 2: 
  1. Masyarakat muslim imigran (pendatang) yang berlokasi di kota Bangkok dan Chiang Mai (Thailand tengah dan utara), 
  2. Masyarakat muslim penduduk asli, yang berada di Pattani (Thailand selatan). 
Masjid Jawa adalah masjid lain yang juga didirikan oleh komunitas warga muslim Indonesia di Thailand. Sesuai namanya, pendiri masjid ini adalah warga Indonesia suku Jawa yang bekerja di Thailand. 
Namun demikian, keturunan dari para pendiri masjid ini tetap berbicara dalam bahasa Thai dan Inggris saat menceritakan tentang asal mula berdirinya Masjid Jawa ini. Masjid Indonesia dan Masjid Jawa hanyalah sebagian dari puluhan masjid lain yang tersebar di seluruh penjuru Bangkok. 
Pemerintah juga membolehkan warga muslim Thailand menyelenggarakan pendidikan Islam. Kesempatan ini tidak dilewatkan begitu saja oleh umat Islam untuk mengembangkan pendidikan Islam disana. Proses pendidikan Islam di Thailand sudah mengalami perkembangan dan kemajuan. 
Hal itu bisa dilihat dari kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh beberapa lembaga Islam, seperti pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu, TPA/TKA dan kajian mingguan mahasiswa. Masyarakat dan pelajar muslim Indonesia juga mengadakan silaturrahim bulanan dalam forum pengajian Ngaji- Khun, yang dilaksanakan di berbagai wilayah di Thailand. 
Pemerintah Thailand juga membantu penerjemahan al-Quran ke dalam bahasa Thai, serta membolehkan warga muslim mendirikan masjid dan sekolah muslim. Kurang lebih tercatat lebih dari 2000 masjid dan 200 sekolah muslim di Thailand. Umat Islam di Thailand bebas mengadakan pendidikan dan acara-acara keagamaan. 
Tidak hanya itu saja, program pengembangan pendidikan Islam di Thailand juga sudah mencapai level yang lebih luas, tidak sekedar bersifat nasional dan regional. 
Menurut Kantor Statistik Nasional Thailand pada tahun 2007, negara ini memiliki 3.494 masjid, dengan jumlah terbesar (636) di provinsi Pattani .Menurut Departemen Agama (RAD), 99% dari masjid yang berhubungan dengan Sunni cabang Islam dengan 1% sisanya Syiah.
Baca Juga: Sejarah Masuknya Islam Di Singapura

Demikian Sejarah Perkembangan Islam Di Brunei Darussalam dan Thailand, adapun tentang sejarah masuknya Islam di negara Brunei dan Thailand jika terjadi perbedaan pendapat itu sudah menjadi kewajaran, karena banyaknya sumber dan banyaknya para ahli sejarah dalam menemukan bukti-bukti yang berbeda-beda.
Tetap ikuti Blog Andikabm.com yang selalu memberikan informasi-informasi seputar sejarah Islam dan informasi-informasi penting lainnya.
Terimakasih, Wassalam ….Andikabm
Sumber : Buku SKI Kelas XII Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2020.

Leave a Comment