Andikabm.com – Sejarah Pekembangan Islam Di Singapura dan Myanmar – Jika pada artikel sebelumnya admin mengulas tentang Sejarah Perkembangan Islam Di Negara Brunei Darussalam dan Thailand maka kali aini admin akan berbagoi kembali, Perkembangan Islam Di Singapura dan Myanmar.
Masjid Sultan Di Singapura, Sumber: Pixcabay |
Kita ketahui bersama bahwa negara Singapura adalah negara yang berada di penghujung Selatan Semenanjung Malaya. Sangat dekat dengan negara Indonesia, negara dengan berbagai etnis berkumpul disana, karena negara Singapura mayoritas penduduknya adalah pendatang.
Yuk kita simak kelanjutan artikel ini Sejarah Perkembangan Islam Di Singapura dan Myanmar.
Singapura merupakan negara kepulauan yang terletak di penghujung Selatan Semenanjung Malaya. Luas wilayahnya hanya sekitar 583 KM2. Penduduknya mayoritas pendatang, terutama berasal dari etnis Cina.
Penduduk Singapura yang beragama Islam terbilang minoritas dan hampir semuanya berasal dari orang-orang Melayu. Jumlah penduduk sekitar 4,99 juta jiwa, sekitar 14.9% penduduk yang memeluk agama Islam, sedangkan mayoritas beragama Buda 42,9%, Ateis 14,8%, Kristen 14.6%, Taouisme 8%, dan Hindu 4%, serta sisanya kepercayaan lainnya 0.6%.
Singapura telah menjadi rute bagi pedagang orang muslim dari Timur Tengah sejak abad ke-15 menjadi sejarah masuknya Islam di Singapura. Cara masuknya Islam ke Singapura tidak jauh berbeda dengan cara masuknya Islam ke negara-negara di Asia Tenggara. Islam masuk ke Singapura dengan cara perdagangan yang dilakukan oleh bangsa Arab yang melalui daerah perairan Singapura.
Adanya pernikahan pedagang Arab dengan penduduk setempat kemudian tinggal dan menetap di Singapura, membantu Islam berkembang di dearah ini. Mereka membentuk suatu komunitas tersendiri dan mendirikan perkampungan di sana.
Para pedagang yang telah menetap berdakwah dengan menjadi imam dan guru agama bagi komunitasnya. Komunitas ini juga memiliki sistem pendidikan agama yang berjalan secara tradisional, seperti belajar dari rumah ke rumah dan dilanjutkan dari masjid ke masjid.
Pada tahun 1800 M, pusat pendidikan tradisional berada di Kampung Glam dan kawasan Rocor. Peranan guru-guru dan imam menjadi sangat penting dalam mengembangkan penghayatan terhadap Islam bagi muslim di Singapura. Mazhab yang dianut oleh muslim di Singapura adalah mazhab Syafi’i dengan paham teologi Asy’ariyah.
Singapura pada awalnya berada di bawah kekuasaan Sultan Johor yang menetap di kepulauan Riau-Lingga. Pada tanggal 29 Januari 1819 M, Sir Thomas Stanford Rafless meramalkan bahwa Singapura akan menjadi lokasi yang stategis bagi kerajaan Inggris dalam mengatur pelayaran disekitarnya. Dengan pemikiran yang demikian, akhirnya pada tanggal 31 Januari 1819 M Rafless membuat kesepakatan dengan Sultan Johor untuk mendirikan pusat perniagaan di Singapura.
Keadaan Singapura yang awalnya merupakan daerah kekuasaan Sultan Johor yang didiami oleh etnis Melayu, juga telah memberikan jalan bagi masuknya Islam ke Singapura. Perkembangan Islam di Singapura tidak terlepas dari penyerapan suatu praktik hukum atau norma yang harus sesuai dengan kondisi Buddhaya, sosial, dan ekonomi setempat.
Kita ketahui bahwa Singapura merupakan negara dengan perkembangan yang pesat dengan adaptasi hukum Inggris. Meskipun demikian, umat Islam di Singapura tetap mengusahakan adanya hukum Islam di Negara Singapura.
Keberadaan hukum Islam di Singapura tidak bisa terlepas dari peran umat Islam yang ada di negara tersebut. Umat Islam Singapura berusaha keras untuk mendekati pemerintah agar mengesahkan suatu undang-undang yang mengatur hukum individu dan keluarga Islam di Singapura.
Muslim di Singapura biasanya adalah Muslim Suni yang mengikuti mazhab Syafi’i atau mazhab Hanafi, terdapat juga Muslim yang mengikuti aliran Syiah dan Ahmadiyyah.
Setelah diupayakan selama bertahun-tahun, barulah pada tahun 1966 M. pemerintah mengeluarkan rancangan undang-undang parlemen dan menerima Undang-undang Administrasi Hukum Islam (AMLA). Undang-undang ini telah dinilai oleh perwakilan dari berbagai suku dan mazhab yang ada di Singapura.
Pada tahun 1966 AMLA mengusulkan pembentukan Majelis Ulama Islam gapura atau Islamic Religious Council of Singapore (MUIS) sebagai suatu hukum. MUIS diharapkan dapat menjadi penasihat Presiden Singapura dalam hal yang berkaitan dengan agama Islam di Singapura. Tugas MUIS sama seperti MUI di Indonesia.
Tugas mereka mengatur kegiatan Islam di Singapura, seperti mengeluarkan sertifikasi halal untuk makan yang menurut ketentuan Islam baik untuk di konsumsi, melakukan perhitungan waktu Salat di Singapura, dan menjadi penyelengara pernikahan secara Islam.
Adapun fungsi dan tugas Majelis Ulama Islam Singapura sebagai berikut:
- Memberi saran kepada presiden Singapura dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan agama Islam di Singapura.
- Mengurusi masalah yang berkaitan dengan agama Islam dan kaum muslimin di Singapura, termasuk urusan hap dan sertifikasi halal.
- Mengelola wakar dan dana kaum muslimin berdasarkan undang-Undang dan amanah.
- Mengelola pengumpulan zakat, infak, dan sedekah untuk mendukung dan mensyiarkan agama Islam atau untuk kepentingan umat Islam.
- Mengelola seinua masjid dan madrasah di Singapura.
Dalam perkembangan selanjutnya, umat Islam di Singapura terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu migran yang berasal dan dalam dan luar wilayah. Kelompok migran dari dalam wilayah berasal dari Jawa, Sumatra, Sulawesi, Riau, dan Bawean.
Kelompok ini identik dengan etnis Melayu Adapun kelompok migran dan luar wilayah dibagi menjadi dua kelompok penting, yaitu muslim India yang berasal dan sub kontinen India (Pantai Timur dan Pantai Selatan India) dan keturunan Arab, khususnya Hadramaut. Migran yang berasal dan luar wilayah secara umum berasal dan golongan muslim yang kaya dan terdidik.
Kelompok ini pula akhirnya membentuk kelompok elit sosial dan ekonomi Singapura. Mereka mempelopori perkembangan Singapura sebagai pusat pendidikan dan penerbitan muslim. Di samping itu, mereka juga sebagai penyumbang dana terbesar untuk pembangunan masjid, lembaga pendidikan, dan organisasi sosial Islam lainnya, seperti keluarga al-Segat, al-Kaff, dan al-Juneid.
Baca Juga: Sejarah Perkembangan Islam di Thailand
Pekembangan Islam Myanmar
Myanmar dahulu bernama Burma. Luas wilayahnya sekitar 678.000 km2 Islam di Myanmar merupakan kelompok minoritas di tengah-tengah abama Buddha. Kaum muslimin pada umumnya tinggal di Provinsi Arakan, Myanmar bagian barat.
Daerah ini berbatasan dengan Bangladesh. Provinsi Arakan dahulunya merupakan kerajaan yang merdeka hingga tahun 1684 M. Penduduk Myanmar yang beragama Islam tercatat 7% dan total jumlah penduduk. Mereka hidup dalam kemiskinan akibat rezim komunis yang berkuasa. Selain itu, juga karena perlawanan dari umat Buddha terhadap umat Islam.
Agama Islam pertama kali tiba di Myanmar pada tahun 1055. Para saudagar Arab yang beragama Islam ini mendarat di delta Sungai Ayeyarwady, Semenanjung Tanintharyi, dan Daerah Rakhin. Kedatangan umat Islam ini dicatat oleh orang-orang Eropa, Cina dan Persia.
Islam telah masuk ke Myanmar melalui dakwah, tetapi belum tersebar luas walau telah tersebar ke sejumlah wilayah seperti Arakan. Islam sampai ke Myanmar melalui jalur perdagangan dan dakwah. Kala itu, wilayah tersebut masih disebut Burmanja.
Di bagian barat terdapat kerajaan Arakan. Mayoritas penduduknya muslim, bertetangga dengan Bengal yang merupakan wilayah Islam. Dari sanalah Islam terus meluas ke wilayah Burmania lainnya.
Perkembangan Islam di Myanmar mendapatkan perlawanan sengit dari pengikut agama Buddha. Pada tahun 686 H, muslim Tartar, bangsa Mongol menginvasi Burmania melalui Cina dan berhasil melengserkan rajanya serta memberi kebebasan untuk memeluk agama sesuai keyakinannya.
Sebagian masyarakat masuk Islam dan sebagian lainnya memeluk agama Buddha. Tatkala Suja saudara Aurangzeb, penguasa Imperium Mugal di Hindustan melarikan diri ke Burmania, mereka berbaur dengan para penduduk sambil menyebarkan agama Islam.
Islam di Myanmar bermula dari kaum muslim di Arakan yang berasal dari Suku Rohingya. Mereka membentuk Organisasi Solidaritas Rohingya dengan presidennya Muhammad Yunus. Organisasi Solidaritas Rohingya pernah meminta kepada Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk menekan pemerintah Myanmar agar menghormati hak-hak minoritas muslim sebagaimana yang dilakukan OKI terhadap pemerintah Bulgaria.
Sikap muslim Rohingya terhadap sosialis Myanmar terbagi menjadi dua. Pertama, kelompok yang berintegrasi dengan partai sosialis yang berkuasa. Tujuan kelompok ini adalah untuk melindung kelompok minoritas dari kekerasan penguasa. Mereka mengembangkan agama Islam melalui jalur pendidikan atau dakwah.
Organisasi Solidaritas Rohingya termasuk dalam kelompok ini. Kedua, kelompok muslim yang membentuk organisasi Gerakan pembebasan menentang pemerintah Myanmar. Mereka membentuk Front Nasional Pembebasan Rohingya. Front ini bekerjasama dengan Tentara Pembebasan Nasional Karen. Karen adalah suatu propinsi di bagian selatan Myanmar yang berbatasan dengan Thailand. Masyarakat Karen memperjuangkan pemisahan diri dari Myanmar.
Masyarakat Karen berusaha memisahkan diri dari Myanmar dengan dua alasan. Pertama, karena Karen merupakan etnis tersendiri yang berbeda dengan umumnya etnis masyarakat Myanmar. Kedua, karena penguasa Myanmar melakukan diskriminasi terhadap Suku Karen. Oleh karena itu, propinsi Arakan dan Karen merupakan daerah yang terus menerus bergejolak di Myanmar.
Demikian Informasi seputar Sejarah Pekembangan Islam DI Singapura dan Myanmar, Semoga artikel ini dapat menambah wawasan kita terkait sejarah islam yang ada di Negara Singapura dna Myanmar.
Terimakasih, Wassalam ….Andikabm
Sumber : Buku SKI Kelas XII Kementerian Agama Republik Indonesia, Tahun 2020